• tidakkah kau mengenaliku? satu-satunya alasan aku disini adalah kau
  • Pelacakan perjalanan sejarah desain grafis dapat ditelusuri dari jejak peninggalan manusia .... baca selengkapnya
  • Tugas B jepang barang-barang di dalam kelas
  • mencoba untuk mencari arti hidup

0 biografi SUTAN TAKDIR ALISYAHBANA

Sabtu, 30 April 2011

biografi SUTAN TAKDIR ALISYAHBANA
Layar terkembang adalah salah satu masterpiece dari seorang Sutan Takdir Alisyahbana, tidak hanya dikenal sebagai seorang sastrawan, tapi dia juga adalah seorang pendidik, penerbit, dan ahli filsafat. Di dalam hidupnya Sutan Takdir Alisyahbana sering terlibat dalam diskusi seni yang pokok pembahasannya adalah “ mempertahankan gagasan tentang pemertahanan terhadap budaya lokal “.Beliau lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Sumatra Utara. . Ia bukan hanya pendiri Angkata Poedjangga Baru. Ia menjadi salah satu peletak dasar peradaban bangsa dengan menjadikan bahasa Indoneisa sebagai bahasa modern. Lewat Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia yang ditulisnya, Takdir (begitu ia disebut) adalah guru pelajaran bahasa Indonesia di setiap sekolah. Dalam komisi Bahasa Indonesia, Organisasi buatan Jepang, Takdir berhasil menghimpun 400 ribu istilah dalam bahasa Indonesia. Takdir mengaku orang campuran. Ayahnya berdarah Jawa, yaitu Raden Alisjahbana gelar sultan Arbi. Gelar raden itu suatu kelak diakui kesultanan Yogyakarta. Malah, ia pernah disuruh mengamat-amati aktivitas Sentot Alibasjah (pengikut pangeran Diponegoro) yang dibuang di Bengkulu.
Ayah Takdir, Raden Alisyahbana Sutan Arbi, ialah seorang guru. Selain itu, dia juga menjalani pekerjaan sebagai penjahit, pengacara tradisional (pokrol bambu), dan ahli reparasi jam. Selain itu, dia juga dikenal sebagai pemain sepakbola yang handal. Kakek STA dikenal sebagai seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas, dan di atas makamnya tertumpuk buku-buku yang sering disaksikan terbuang begitu saja oleh STA ketika dia masih kecil. Kabarnya, ketika kecil STA bukan seorang kutu buku, dan lebih senang bermain-main di luar. Setelah lulus dari sekolah dasar pada waktu itu, STA pergi ke Bandung, dan seringkali menempuh perjalanan tujuh hari tujuh malam dari Jawa ke Sumatera setiap kali dia mendapat liburan. Pengalaman ini bisa terlihat dari cara dia menuliskan karakter Yusuf di dalam salah satu bukunya “Layar Terkembang”.

Setelah lulus dari Hogere Kweekschool di Bandung, Takdir melanjutkan ke Hoofdacte Cursus di Jakarta (Batavia), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Di Jakarta, Takdir melihat iklan lowongan pekerjaan untuk Balai Pustaka, yang merupakan biro penerbitan pemerintah administrasi Belanda. Dia diterima setelah melamar, dan di dalam biro itulah Takdir bertemu dengan banyak intelektual-intelektual Hindia Belanda pada saat itu, baik intelektual pribumi maupun yang berasal dari Belanda. Salah satunya ialah rekan intelektualnya yang terdekat, Arminjn Pane.

Takdir pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).

Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, Takdir pernah menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).
Takdir sudah menulis sejak berusia 17 tahun. Ketika masih tinggal di Muara Enim, ia mengarang surat-surat Tani dalam bahasa Belanda. Sempat berkecimpung di dalam dunia pendidikan, Takdir akhirnya memilih terjun di dunia tulis –menulis. Ketika Adinegoro, redaktur Panji Poestaka, pindah ke Medan, posisinya digantikan Takdir. Saat itu ia mulai merintis Gerakan Sastra Baroe tahun 1933, dengan melibatkan para intelektual zaman itu,seperti Armijn Pane dan Amir Hamzah. Sekitar 20 orang intelektual Indonesia menjadi inti gerakan Poedjangga baru, diantaranya Prof. Husein Djajaningrat, Maria Ulfah Santoso, Mr. Sumanang, dan Poerwadarminta.
Poedjangga baru diterbitkan pertaman kali oleh percetakan Kolf milik A. Dahleer, seorang berkebangsaan Belanda. Perjalanan Takdir dalam dunia sastra menghasilkan suatu kesimpulan yang akan terus menjadi visi perjuangannya. Baginya, sastra yang bertanggungjawab adalah yang bisa menjadi kebangkitan dunia baru. Tidak eksklusif dalam individualisme atau sekedar mencurahkan perasaan yang egois, tanpa kepedulian terhadap krisis yang terjadi dalam masyarakat. Modernitas yang dilandasi rasionalitas adalah kunci pemikiran Takdir. Konsep inilah yang ia pertahankan sejak Polemik Kebudayaan di era 30-an.
Perdebatan ketika itu adalah mengenai perbedaan antara yang saya namakan kebudayaan progresif (dikuasai nilai ilmu dan nilai ekonomi yang melahirkan teknologi) dan yang saya namakan kebudayaan ekspresif (kebudayaan tradisional yang dikuasai oleh nilai-nilai agama dan seni). Yang pertama berdasarkan intuisi, perasaan, dan imajinasi, tulis Takdir di tahun 1986. Bagi Takdir, kebudayaan adalah totalitas ilmu, teknologi, dan agama. Ia pendiri Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK) serta Universitas Nasional, ia sempat lama jadi rektor. Ia tak pernah letih menganjurkan penerjemahan karya-karya asing secara besar-besaran. Lihat Jepang, mereka sampai menerjemahkan ensiklopedi, katanya.
Sutan Takdir Alisyahbana adalah tipe orang yang suka melakukan sesuatu dengan penuh totalitas.“ saya adalah orang fanatik dalam melakukan sesuatu…”.Sutan Takdir Alisyahbana berpendapat bahwa semua orang menerima bahwa kemajuan itu adalah berdasarkan kemajuan budaya modern, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, bukan berasal dari kebudayaan nenek moyang. Menurutnya pemuda bisa melakukan sesuatu yang jauh lebih besar daripada yang dilakukan oleh nenek moyang. Sastra yang dibangun itupun haruslah sastra yang sesuai dengan perasaan, pemikiran, dan suasana masyarakat yang menuju kearah zaman sekarang yang melihat kedepan itu, yang dianggap lebih rasionalis.


Yang menjadi pusat perhatian sutan Takdir Alisyahbana adalah menyiapkan Bahasa Indonesia untuk menjadi sarana pemikiran baru dalam kehidupan. Makna yang tersirat di dalam Kata Poejangga baru itu sendiri adalah Pembawa semangat baru dalam kesusastraan, seni, kebudayaan, dan soal masyarakat umum.

“ Kita harus bangkit ke Kesusastraan baru, menyesuaikan diri akan masyarakat akan kebudayaan yang cepat berubah, peran sastra itu harus bertnggung jawab kepada Bangsa Indonesia…”

Begitulah tegas Sutan Takdir Alisyahbana dalam rekaman wawancara, dalam penerbitan karya sastranya, ia tidak sembarangan, karya – karyanya yang diterbitkan selalu mengalami proses koreksi yang panjang, karena baginya karya sastra itu adalah sebuah tanggung jawab.“ suatu karya sastra itu adalah sebuah tanggung jawab, apa yang ada dialam pikiran itu dituliskan dan diucapkan tanpa ada filsafat yang mendasarinya “.

Selama hidupnya beliau telah menciptakan berbaga macam karya ,diantaranya adalah:
• Tak Putus Dirundung Malang (novel, 1929)
• Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)
• Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935)
• Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
• Layar Terkembang (novel, 1936)
• Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel, 1940)
• Puisi Lama (bunga rampai, 1941)Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
• Pelangi (bunga rampai, 1946)Pembimbing ke Filsafat (1946)
• Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
• The Indonesian language and literature (1962)
• Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966)
• Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (kumpulan esai, 1969)
• Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 & 1971)
• Values as integrating vorces in personality, society and culture (1974)
• The failure of modern linguistics (1976)
• Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (kumpulan esai, 1977)
• Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Modern (kumpulan esai, 1977)
• Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai (1977)
• Lagu Pemacu Ombak (kumpulan sajak, 1978)
• Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman dan Uraian Nyanyian Sunyi (1978)Kalah dan Menang (novel, 1978)
• Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan Bertanggung Jawab (1982)
• Kelakuan Manusia di Tengah-Tengah Alam Semesta (1982)
• Sociocultural creativity in the converging and restructuring process of the emerging world (1983)
• Kebangkitan: Suatu Drama Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru (drama bersajak, 1984)
• Perempuan di Persimpangan Zaman (kumpulan sajak, 1985)
• Seni dan Sastra di Tengah-Tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan (1985)
• Sajak-Sajak dan Renungan (1987).
Buku yang dieditorinya: Kreativitas (kumpulan esai, 1984) dan Dasar-Dasar Kritis Semesta dan Tanggung Jawab Kita (kumpulan esai, 1984).
Terjemahannya: Nelayan di Laut Utara (karya Pierre Loti, 1944), Nikudan Korban Manusia (karya Tadayoshi Sakurai; terjemahan bersama Soebadio Sastrosatomo, 1944).
Buku mengenai STA: Muhammmad Fauzi, S. Takdir Alisjahbana & Perjuangan Kebudayaan Indonesia 1908-1994 (1999) dan S. Abdul Karim Mashad Sang Pujangga, 70 Tahun Polemik Kebudayaan, Menyongsong Satu Abad S. Takdir Alisjahbana (2006).
Beliau juga banyak mendapatkan penghargaan diantarannya:
• Tahun 1970 STA menerima Satyalencana Kebudayaan dari Pemerintah RI.
• STA adalah pelopor dan tokoh "Pujangga Baru".
Seperti kata-katanya “ dan hidup berjalan terus…”.Beliau memang telah tiada ,ajal menjemputnya pada tanggal 17 juli 1995,namun masih ada sesuatu yang ingin beliau wujudkan yaitu menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kawasan di Asia Tenggara. Ia kecewa, bahasa Indonesia semakin surut perkembangannya. Padahal, bahasa itu pernah menggetarkan dunia linguistik saat dijadikan bahasa persatuan untuk penduduk di 13.000 pulau di Nusantara. Ia kecewa, bangsa Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, sebagian Filipina, dan Indonesia yang menjadi penutur bahasa melayu gagal mengantarkan bahasa itu kembali menjadi bahasa pengantara kawasan

sumber : http://tinyurl.com/6a6xqhp
Read more

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia



Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.

Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.

Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Hasil karya:

1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (199 8)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)

Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)

Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.

Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).

Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.

Anugerah yang diterima:

1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
3.South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor,
Malaysia (1999)
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)

Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.

sumber : http://tinyurl.com/3wy6z7n
Read more

0 Biografi Chairil Anwar (1922 – 1949)


Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku [2]) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia.

Masa kecil

Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.

Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung memengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.

Masa dewasa

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.

Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Akhir hidup

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.


Biodata Khairil Anwar

Nama Lengkap Chairil Anwar
Tanggal Lahir 26 Juli 1922
Tempat Lahir Medan, Sumatera Utara
Wafat Jakarta, 28 April 1949

Karya Sastra
Deru Campur Debu (1949)
Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
Tiga Menguak Takdir (1950)
"Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949"
Derai-derai Cemara (1998)
Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948)
Kena Gempur (1951)

Pendidikan Hollandsch-Inlandsche School (HIS)
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
Penghargaan Pelopor sastra modern dan pelopor angkatan 45

sumber wikipedia
Read more
 
rizvii © 2011 | Design Template by Utta Vifer | Template Blogger Name | Uniqx Transparent 2.0 | Uniqx Transparent 2.0